Racun Lebah, Dapat Digunakan Sebagai Bahan Pendeteksi Bom


Racun pada lebah ternyata bisa digunakan untuk mendeteksi bom. Penggunaan teknologi dengan teknik ini segera dipatenkan.
Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan ada fragmen protein dalam racun lebah, yang disebut bombitin, dapat mendeteksi bahan peledak, seperti TNT.
Pada saat percobaan tim MIT melapisi bagian dalam tabung karbon dengan bombitin. Kemudian, tabung itu diletakkan di sekitar sampel udara yang diambil dari sekitar berbagai bahan peledak.




Tim mendapati perubahan panjang gelombang pendaran cahaya tabung berubah ketika molekul nitroaromatik dari bahan peledak bersatu dengan protein dari lebah. Perubahan ini tak kasat mata, tapi dapat dideteksi dengan mikroskop khusus.
Tim MIT bukan hanya dapat mendeteksi adanya bahan peledak, melainkan mereka juga dapat membedakan tipe-tipe bahan peledak dengan menggunakan kombinasi tabung karbon dengan berbagai bombitin.
Pendeteksi bahan peledak yang saat ini dipakai di bandara mampu menganalisis partikel di udara. Tetapi, sensor belum dapat mendeteksi pada level molekul.
Ketika dipadankan dengan sensor yang sudah ada di bandara, bombitin akan meningkatkan sensitivitas sensor yang membuatnya lebih efektif. Beberapa perusahaan komersial serta militer sudah menyatakan tertarik dengan temuan ini. Teknologinya sendiri saat ini sedang dalam proses untuk mendapatkan paten.

Sumber :
sains.kompas.com

Bakteri Diduga Jadi Penyebab Obesitas


TEMPO.CO, Shanghai - Kegemukan atau obesitas bisa jadi disebabkan oleh bakteri tertentu ketimbang disebabkan terlalu banyak makan atau kurang berolahraga. Kesimpulan ini merupakan hasil penelitian ilmuan Jiatong University di Shanghai Cina yang dipublikasikan International Society for Microbial Ecology.
Ilmuwan itu mempelajari tikus yang sudah dikondisikan sehingga resisten terhadap kegemukan. Tikus ini tetap ramping meski diberi makanan yang berlemak dan tidak bergerak. Tapi, ketika sebagian dari tikus itu disuntik dengan bakteri manusia enterobacter, dengan segera mereka menjadi gemuk.
Berdasarkan laporan itu, enterobacter pertama kali dikaitkan dengan kegemukan setelah ditemukan dalam jumlah tinggi di dalam usus seorang sukarelawan bertubuh gemuk yang tidak sehat. Hasil percobaan menunjukkan, bakteri ini kemungkinan berkontribusi pada perkembangan obesitas manusia. 



Menurut peneliti, pasien mengalami penurunan berat badan hingga 63 pon (28,57 kilogram) selama sembilan minggu setelah mengikuti diet dengan konsumsi gandum, makanan tradisional Cina, dan prebiotik. Penyebabnya, makanan itu menurunkan keberadaan bakteri di dalam usus pasien yang jumlahnya tidak bisa diprediksi.

Salah satu penulis itu, Zhao Liping, mengalami penurunan berat badan 43 pon (19,50 kilogram) setelah dua tahun mengikuti diet probiotik yang difermentasi untuk menyesuaikan keseimbangan bakteri di dalam ususnya.
Penelitian Zhao dalam memahami peran bakteri dalam obesitas diilhami oleh pengobatan tradisional Cina yang menyatakan usus adalah fondasi kesehatan manusia. Para peneliti berharap bisa mengidentifikasi bakteri yang terkait dengan obesitas dari berbagai populasi manusia di masa depan. Menurut data 2008, di seluruh dunia, obesitas dialami oleh lebih dari 500 juta orang dewasa.

Iran Produksi Obat Antibodi Terbaru Hasil Bioteknologi


Teheran | Acehtraffic.com - Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad meresmikan produksi protein baru dan Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven) yang merupakan obat generasi terbaru dalam bidang bioteknologi.

Peresmian obat generasi baru itu digelar bertepatan dengan Hari Sepuluh Fajr Kemenangan Revolusi Islam, pada hari Senin pagi, 6 Februari 2012 di Perusahaan Environmental Medicine Ryzun di kota Garmdare, Provinsi Alborz dan dihadiri sejumlah pakar farmasi. Demikian dilaporkan IRNA dan dikutip IRIB, 6 Februari 2012. 


Dengan dimulainya produksi obat-obatan ini, setiap tahunnya Iran dapat menghemat sekitar 100 juta dolar.

Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven) adalah obat untuk mengobati penyakit Hemofilia dan Iran setiap tahunnya harus mengeluarkan biaya sekitar 50 juta dolar untuk mengimpor obat ini.

Sementara itu, protein baru khusus antibodi monoklonal adalah produk lain yang diresmikan pembuatannya oleh Ahmadinejad.

Produk antibodi terbaru dari jenis obat bioteknologi membuat Iran menempati urutan kedua setelah Denmark yang berhasil memproduksi prokonvertin khusus pagi penderita hemofilia (kelainan genetik darah).

Sementara keberhasilan Iran memproduksi antibodi monoklonal menjadikan negara ini berada di urutan kesembilan dunia yang mampu memproduksi antibodi jenis ini.

Dalam kesempatan tersebut, Ahmadinejad juga meninjau pabrik dan diberi penjelasan soal proses pembuatan obat-obatan bioteknologi tersebut. (*) | IRIB

Iran Produksi Obat Antibodi Terbaru Hasil Bioteknologi


Teheran | Acehtraffic.com - Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad meresmikan produksi protein baru dan Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven) yang merupakan obat generasi terbaru dalam bidang bioteknologi.

Peresmian obat generasi baru itu digelar bertepatan dengan Hari Sepuluh Fajr Kemenangan Revolusi Islam, pada hari Senin pagi, 6 Februari 2012 di Perusahaan Environmental Medicine Ryzun di kota Garmdare, Provinsi Alborz dan dihadiri sejumlah pakar farmasi. Demikian dilaporkan IRNA dan dikutip IRIB, 6 Februari 2012. 


Dengan dimulainya produksi obat-obatan ini, setiap tahunnya Iran dapat menghemat sekitar 100 juta dolar.

Prokonvertin (Factor VII/NovoSeven) adalah obat untuk mengobati penyakit Hemofilia dan Iran setiap tahunnya harus mengeluarkan biaya sekitar 50 juta dolar untuk mengimpor obat ini.

Sementara itu, protein baru khusus antibodi monoklonal adalah produk lain yang diresmikan pembuatannya oleh Ahmadinejad.

Produk antibodi terbaru dari jenis obat bioteknologi membuat Iran menempati urutan kedua setelah Denmark yang berhasil memproduksi prokonvertin khusus pagi penderita hemofilia (kelainan genetik darah).

Sementara keberhasilan Iran memproduksi antibodi monoklonal menjadikan negara ini berada di urutan kesembilan dunia yang mampu memproduksi antibodi jenis ini.

Dalam kesempatan tersebut, Ahmadinejad juga meninjau pabrik dan diberi penjelasan soal proses pembuatan obat-obatan bioteknologi tersebut. (*) | IRIB

Evolusi Tercepat Pada Bintang Laut


Seberapa cepat spesies baru bisa muncul? Dalam waktu sekitar 6.000 tahun, menurut sebuah penelitian bintang laut Australia.

"Itu luar biasa cepat dibandingkan dengan sebagian besar organisme, kata Rick Grosberg, profesor evolusi dan ekologi dari UC Davis dan dia juga salah seorang penulis di surat kabar yang diterbitkan 18 Juli lalu di jurnal Proceeding of Royal Society B.
Grosberg tertarik mengenai spesies baru yang muncul di laut. Di daratan, kelompok tumbuhan dan hewan dapat secara fisik terisolir oleh pegunungan maupun sungai dan kemudian muncul sebuah perbedaan sehingga mereka tidak dapat lagi berkembang biak sekalipun mereka bertemu lagi. Tapi bagaimana keterisolasian ini tidak berpengaruh di laut terbuka?
Grosberg dan rekannya mempelajari dua keterkaitan antara bintang bantal, Cryptasperina pentagona dan Cryptasperina hystera, yang hidup di pantai Australia. Hewan yang sama dalam penampilan, namun hidup di daerah yang berbeda:Hystera terjadi pada saat beberapa pantai dan pulau berada jauh di ujung selatan dari kawasanpentagona.


Kehidupan seksual mereka sangatlah berbeda.Pentagona mempunyai individu jantan dan betina yang melepaskan sperma dan telur ke dalam air dimana mereka membuahi sel, berkembang menjadi larva dan mengapung di wilayah plankton selama beberapa bulan sebelum menetap dan berkembang menjadi bintang laut dewasa.
Lain halnya dengan HysteraHystera adalah hewan hermafrodit, yakni melahirkan bayi bintang laut secara internal yang siap untuk tumbuh menjadi induk muda/bintang laut dewasa.
Ini adalah suatu perbedaan yang dramatis sepanjang sejarah kehidupan dari setiap kelompok organisme, kata Grosberg.
Para peneliti melihat adanya perbedaan yang ada di urutan DNA bintang laut dari kedua spesies dan diperkirakan lamanya waktu sejak spesies berpisah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies terpisah sekitar 6.000 sampai 22.000 tahun yang lalu. Hal tersebut menjadikannya aturan dari beberapa cara spesies baru untuk melakukan evolusi. Contohnya, mereka jelas tidak menunjukkan perbedaannya secara lambat dengan perubahan genetik selama periode waktu yang lama, akan tetapi mereka mengisolasi dengan cepat.
Selama 11.000 tahun terakhir, batas antara air dingin dan air hangat di Laut Coral mengalami fluktuasi utara dan selatan. Sebuah populasi kecil dari nenek moyang bintang laut, bahkan salah satu individunya, mungkin telah terperangkap di suatu daerah terpencil di ujung selatan dari wilayah tadi yang kemudian diisolasi oleh perubahan arus laut.
Penulis lain di surat kabar ini adalah: Jonathan Puritz dan Robert Toonen, Universitas Hawaii, Simon Fraser University di British Columbia, Kanada Michael Hart dan Carson Keever, yang memperoleh gelar sarjana dari UC Davis, Jason Addison, Universitas New Brunswick, Kanada (sebelumnya seorang peneliti postdoctoral di UC Davis), dan Maria Byrne, Universitas Sydney.
Penelitian ini didukung oleh National Science Foundation untuk Grosberg dan Toonen, mahasiswa lulusan UC Davis.


Ternyata Sinyal Ponsel Ikut Berperan PadaTurunnya Populasi Lebah Madu


Populasi lebah madu dunia terus menurun. Selama bertahun-tahun para ilmuwan terus berusaha menemukan penyebabnya. Peneliti lebah, Dr. Daniel Favre, berpikir bahwa ia telah menemukan jawabannya. Ia mengatakan, Anda, para pembaca dan saya juga, bisa jadi salah seorang penyebabnya.
Populasi lebah madu dunia terus menurun. Selama bertahun-tahun para ilmuwan terus berusaha menemukan penyebabnya. Peneliti lebah, Dr. Daniel Favre, berpikir bahwa ia telah menemukan jawabannya. Ia mengatakan, Anda, para pembaca dan saya juga, bisa jadi salah seorang penyebabnya.



Doktor Favre percaya, ponsel adalah penyebab utama runtuhnya koloni lebah madu. Akibatnya adalah berkurangnya populasi lebah secara masif.
Teorinya berdasarkan beberapa studi yang dilakukannya dengan menggunakan ponsel di bawah sarang lebah. Saat diuji, peneliti menemukan bahwa serangga itu bereaksi saat ponsel dimatikan, standby, dan saat dipakai.
Peneliti mendapati bahwa ketika ponsel memancarkan sinyal secara aktif, lebah-lebah itu berperilaku liar dan mengirimkan tanda peringatan sama dengan saat mereka harus terbang secara berkelompok. Ketika ponsel dimatikan, perilaku lebah itu kembali tenang.
Favre percaya, bila sinyal ponsel mengganggu lebah, maka mereka akhirnya meninggalkan sarang. Bukti ini, meski menarik, tak serta-merta menjelaskan turunnya jumlah koloni lebah. Sebagai contoh, banyak koloni yang bermasalah justru terletak jauh dari aktivitas ponsel.
Ada juga teori lain yang menyatakan bahwa lebah menghadapi masa-masa sulit yang disebabkan oleh pestisida dan parasit.

Sumber :
tempointeraktif.com


PENELITIAN BAKTERI TERBARU HASILKAN OBAT DI MASA DEPAN

JAKARTA (Klik HL) - Manusia merupakan minoritas di tubuh mereka sendiri. Untuk setiap sel manusia, setidaknya ada 10 kali sel-sel bakteri yang hidup dalam dan di luar tubuh. Jutaan sel individu dari ribuan spesies mendiami sistem pencernaan, rongga tubuh, dan permukaan kulit. Namun, sampai saat ini, sedikit yang diketahui tentang bagaimana ekosistem ini mempertahankan kesehatan atau menyebabkan penyakit.
Genom kolektif dari dunia mikroba dikenal sebagai microbiome manusia. Para ilmuwan baru saja mulai menemukan peran bahwa microbiome yang rusak bermain pada penyakit akut dan kronis, menciptakan jenis ilmu baru yang menerapkan metode ekologi ke domain biomedis.
"Semua yang kita makan, hal yang kita terkena, gaya hidup kita - semua itu perubahan microbiome kita," kata Eugene B. Chang, Boyer Martin Profesor Kedokteran. "Potensi dalam hal penemuan obat dan reagen adalah setara dengan hutan hujan Amazon. Terdapat jumlah yang sangat besar, kesempatan biologis yang belum dimanfaatkan untuk penemuan. "
Ketika mikrobiologi pada umumnya terbatas pada hanya mempelajari spesies bakteri yang bisa tumbuh dalam cawan laboratorium, metode baru metagenomics telah memungkinkan ahli ekologi untuk menemukan ribuan spesies baru di satu sendok tanah atau sendok teh air laut. Sekarang teknologi ini sedang diterapkan oleh peneliti Universitas Chicago Kedokteran, bekerjasama dengan Argonne National Laboratory, untuk ekosistem usus manusia.


Wawasan baru terhadap penyakit mikroba
Sebelum bayi lahir, usus dalam kondisi steril. Pada saat melahirkan, bakteri dari benih ibu menjadi koloni bakteri pertama bagi bayi, dan paparan awal lingkungan dan diet mengisi seluruh ekosistem. Namun pada beberapa bayi yang lahir prematur dan berat badan rendah, pembangunan komunitas mikrobanya kurang, dan dapat mengarah ke penyakit usus berpotensi fatal yang disebut necrotizing enterocolitis neonatal.
Teknik genetik baru telah memberikan sebuah kelompok yang dipimpin oleh Erika Claud, profesor pediatri, wawasan lebih dalam bagaimana microbiome prematur dapat menyebabkan penyakit. Sebuah studi 2009 menunjukkan bahwa bayi yang mudah terkena penyakit usus cenderung memiliki lebih sedikit jenis bakteri dalam usus mereka.
"Itu bukan satu bakteri yang menyebabkan penyakit ini," kata Claud. "Ini tampaknya merupakan struktur komunitas secara keseluruhan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan pada pasien ini."
Studi Claud juga memperkuat individualitas luar biasa dari microbiome tersebut. Bahkan pada bayi prematur hanya minggu, populasi bakteri dalam usus bayi masing-masing sudah berbeda dan unik - bahkan pada kembar identik secara genetik. Fakta bahwa microbiomes adalah sebagai berbeda sebagai sidik jari bisa memiliki manfaat jangka panjang untuk obat pribadi.
"Jika kita tahu persis apa bakteri setiap individu telah, kita bisa lebih selektif dalam hal perawatan yang kita berikan orang itu," kata Claud.
Langkah-langkah menuju pencegahan penyakit
Sebagian besar pada orang dewasa koloni mikroba hidup dalam keseimbangan, tetapi ketika struktur menjadi rusak dalam proses yang disebut dysbiosis, penyakit radang usus menjadi potensial.
Kelompok penelitian Chang sedang mencari tanda-tanda peringatan dysbiosis yang akan datang dalam kelompok pasien radang borok usus besar pada risiko penyakit berulang. Pasien-pasien ini telah menjalani prosedur pembedahan untuk membangun sebuah kantong yang memungkinkan kontrol buang air besar, dan banyak kemudian akan mengembangkan suatu kondisi inflamasi baru yang disebut "pouchitis."
Kebanyakan pasien tersebut dapat diobati dengan antibiotik, menunjukkan penduduk usus mungkin menyebabkan kondisi ini. Bekerja sama dengan Argonne dan lembaga lain, Chang mengikuti pasien sebelum kambuh untuk mendapatkan wawasan langka ke microbiome sebelum penyakit ini memanifestasikan dirinya.
Chang mengatakan penelitian ini adalah satu dari sedikit untuk prospektif mengikuti pasien dengan tujuan memprediksi kolitis ulseratif, dan akhirnya, mencegah timbulnya penyakit.
Tujuan yang terakhir, bagaimanapun, mungkin lebih bawah jalan. Meskipun beberapa "probiotik" bakteri telah diuji untuk pengobatan penyakit usus, sifat kompleks microbiome menunjukkan bahwa hanya menambahkan atau membunuh satu spesies terlalu sederhana.
"Kami ingin berpikir kita akan dapat menarik semua tuas untuk membuat sebuah komunitas mikroba melakukan apa yang kita inginkan," kata Dionysios Antonopoulos, asisten profesor kedokteran di UChicago dan biologi asisten di Argonne. "Tapi pada tahap ini, itu cukup banyak seperti kita mengendarai sepeda roda tiga, dan kontrol sistem yang terbang seperti pesawat 747." (Laksmi I.R./KlikHeadline)
Sumber & Foto: www.uchichago.edu